Rabu, 02 Maret 2011

MEKANISME DAN FUNGSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENGATASI SENGKETA TATA USAHA NEGARA DI BAWAH WEWENANG MAHKAMAH AGUNG

Latar belakang
Dalam sisitem ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat tiga pilar kekeuasaan negara, yaitu Kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif (Kehakiman). Berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman, dalam Psl 24 UUD 1945 (Perubahan) Jo. UU No. 4 Thn 2004, ditegaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai  dengan disahkannya Undang-undang No. 5 tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986, dalam konsideran “Menimbang” undang-undang tersebut disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan demikian lahirnya PTUN  juga menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia  (HAM).
Sebagai negara yang demokratis, Indonesia memiliki sistem ketatanegaraan dengan memiliki lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dari ketiga lembaga tersebut eksekutif memiliki porsi peran dan wewenang yang paling besar apabila dibandingkan dengan lembaga lainnya, oleh karenanya perlu ada kontrol terhadap pemerintah untuk adanya check and balances. Salah satu bentuk konrol yudisial atas tindakan administrasi pemerintah adalah melalui lembaga peradilan. Dalam konteks inilah maka Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk dengan UU No. 5 tahun 1986, yang kemudian dengan adanya tuntutan reformasi di bidang hukum, telah disahkan UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986.
Perubahan yang sangat  mendasar dari UU No. 5 Tahun 1986 adalah dengan dihilangkannya wewenang  pemerintah. Departemen Kehakiman sebagai pembina organisasi, administrasi, dan keuangan serta dihilangkannya wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan umum bagi hakim PTUN, yang kemudian semuanya beralih ke Mahkamah Agung. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan indepedensi lembaga PTUN.
Di samping itu  adanya pemberlakuan sanksi berupa dwangsom dan sanksi administratif serta publikasi (terhadap Badan atau Pejabat TUN (Tergugat) yang tidak mau melaksanakan putusan  PTUN, menjadikan PTUN yang selama ini dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai “macan ompong”, kini telah mulai menunjukan “gigi”nya.Sejak mulai efektif dioperasionalkannya PTUN pada tanggal 14 Januari 1991 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991, yang sebelumnya ditandai dengan diresmikannya tiga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang, serta lima Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung Pandang. Kemudian berkembang, dengan telah didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di seluruh Ibu Kota Propinsi sebagai pengadilan tingkat pertama. Hingga saat ini eksistensi dan peran PTUN sebagai suatu lembaga peradilan yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang memeriksa, memutus dan mengadili sengketa tata usaha negara antara anggota masyarakat dengan pihak pemerintah (eksekutif), dirasakan oleh berbagai kalangan belum dapat memberikan kontribusi dan sumbangsi yang memadai di dalam memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat serta di dalam menciptakan prilaku aparatur yang bersih dan taat hukum, serta sadar akan tugas dan fungsinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat.
I.2 RUMUSAN MASALAH
  • Bagaimana peran dan fungsi PTUN mengatasi sengketa tata usaha negara dibawah naungan mahkamah agung?
  • Bagaimana wewenang PTUN mengatasi sengketa tata usaha negara?
I.3 TUJUAN
  • Untuk mengetahui kinerja tata usaha negara di bawah naungan mahkamah agung
  • Untuk mengetahui wewenang PTUN mengatasi sengketa tata usaha negara
  • Memanfaatkan sarana makalah ini sebagai sosialisasi PTUN, khususnya bagi para  aparat pemerintah , karena  memang harus diakui masih banyak kalangan masyarakat yang merasa asing dengan lembaga Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
1.4 MANFAAT
  • Untuk menjadi kajian dari hukum tata negara itu sendiri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan dalam lingkup hukum publik, yang mempunyai tugas dan wewenang : memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, yaitu suatu sengketa yang timbul dalam bidang hukum TUN antara orang atau badan hukum perdata (anggota masyarakat) dengan Badan atau Pejabat TUN (pemerintah) baik dipusat maupun didaerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu Keputusan TUN (beschikking), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (vide Pasal 50 Jo. Pasal 1 angka 4 UU No. 5 tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004).
II.2 LANDASAN TEORI
The Rule of Law
Konsep negara hukum yang kedua adalah the Rule of Law yang lazim diterapkan di
negara-negara yang menerapkan sistem anglo-saxon. Pemikiran ini mula-mula
dikembangkan oleh Albert Venn Dicey dengan mengemukakan tiga unsur utama the
Rule of Law yaitu: (a) Supremacy of law (supremasi hukum); (b) Equality before the (c)
konstitusiyang didasarkan pada hak perorangan



BAB III
PEMBAHASAN
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai  dengan disahkannya Undang-undang No. 5 tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986, dalam konsideran “Menimbang” undang-undang tersebut disebutkan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan demikian lahirnya PTUN  juga menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia  (HAM).
RUANG LINGKUP, TUGAS DAN WEWENANG PTUN
Peradilan Tata Usaha Negara adalah peradilan dalam lingkup hukum publik, yang mempunyai tugas dan wewenang : memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, yaitu suatu sengketa yang timbul dalam bidang hukum TUN antara orang atau badan hukum perdata (anggota masyarakat) dengan Badan atau Pejabat TUN (pemerintah) baik dipusat maupun didaerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu Keputusan TUN (beschikking), termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku (vide Pasal 50 Jo. Pasal 1 angka 4 UU No. 5 tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004).
Berdasarkan uraian tersebut, secara sederhana dapat dipahami bahwa  yang menjadi subjek di Peratun adalah Seseorang atau Badan Hukum Perdata sebagai Penggugat, dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Tergugat. Sementara itu yang menjadi objek di Peratun adalah Surat Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking). Subjek dan Objek gugatan di Peratun ini lebih lanjut akan dijelaskan dalam pembahasan mengenai unsur unsur dari suatu Surat Keputusan TUN berikut ini.
Pengertian dari Surat Keputusan TUN disebutkan dalam Pasal 1 angka 3, yaitu :
Keputusan Tata Usaha Negara adalah Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.” Selanjutnya dari pengertian ataupun definisi Keputusan TUN tersebut di atas, dapat diambil unsur-unsur dari suatu Keputusan TUN, yang terdiri dari
  1. Bentuk Penetapan tersebut harus Tertulis
Penetapan Tertulis itu harus dalam bentuk tertulis, dengan demikian suatu tindakan hukum yang pada dasarnya juga merupakan Keputusan TUN yang dikeluarkan secara lisan tidak masuk dalam pengertian Keputusan TUN ini. Namun demikian bentuk tertulis tidak selalu disyaratkan dalam bentuk formal suatu Surat Keputusan Badan/Pejabat TUN, karena seperti yang disebutkan dalam penjelasan pasal 1 angka 3 UU No. 5 tahun 1986, bahwa syarat harus dalam bentuk tertulis itu bukan mengenai syarat-syarat bentuk formalnya akan tetapi asal terlihat bentuknya tertulis, oleh karena sebuah memo atau nota pun dapat dikategorikan suatu Penetapan Tertulis yang dapat digugat (menjadi objek gugatan) apabila sudah jelas :
-             Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkannya.
-             Maksud serta mengenai hal apa isi putusan itu.
-             Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan didalamnya jelas bersifat konkrit, individual dan final
-            Serta menimbulkan suatu akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
  1. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN
Sebagai suatu Keputusan TUN, Penetapan tertulis itu juga merupakan  salah satu instrumen yuridis pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badanatau  Pejabat  TUN  dalam rangka pelaksanaan suatu bidang  urusan  pemerintahan.   Selanjutnya mengenai apa dan siapa yang dimaksud denganBadan atau Pejabat TUN sebagai subjek Tergugat, disebutkan dalam pasal 1 angka 2 :“Badan atau Pejabat Tata Usaha negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”Badan atau Pejabat TUN di sini  ukurannya ditentukan oleh fungsi yang dilaksanakan Badan atau Pejabat TUN pada saat tindakan hukum TUN itu dilakukan. Sehingga apabila yang diperbuat itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan suatu pelaksanaan dari urusan pemerintahan, maka apa saja dan siapa saja yang melaksanakan fungsi demikian itu, saat itu juga dapat dianggap sebagai suatu Badan atau Pejabat TUN. Sedang yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah segala macam urusan mengenai masyarakat bangsa dan negara yang bukan merupakan tugas legislatif ataupun yudikatif. Dengan demikian apa dan siapa saja tersebut tidak terbatas pada instansi-instansi resmi yang berada dalam lingkungan pemerintah saja, akan tetapi dimungkinkan juga instansi yang berada dalam lingkungan kekuasaan legislatif maupun yudikatif pun, bahkan dimungkinkan pihak swasta, dapat dikategorikan sebagai Badan atau Pejabat TUN dalam konteks sebagai subjek di Peratun.
  1. Berisi Tindakan Hukum TUN
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa suatu Penetapan Tertulis adalah salah satu bentuk dari keputusan Badan atau Pejabat TUN, dan keputusan yang demikian selalu merupakan suatu tindakan hukum TUN, dan suatu tindakan hukum TUN itu adalah suatu keputusan yang menciptakan, atau menentukan mengikatnya atau menghapuskannya suatu hubungan hukum TUN yang telah ada. Dengan kata lain untuk dapat dianggap suatu Penetapan Tertulis, maka tindakan  Badan atau Pejabat TUN itu harus merupakan suatu tindakan hukum, artinya dimaksudkan untuk menimbulkan suatu akibat hukum TUN.
Karakteristik Hukum Acara Di PTUN.
Secara sederhana Hukum Acara diartikan sebagai Hukum Formil yang  bertujuan untuk mempertahankan Hukum Materil. Hal-hal yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya di atas, merupakan ketentuan-ketentuan tentang Hukum Materil di Peratun. Sementara itu mengenai Hukum Formilnya juga diatur dalam UU No. 5 tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, mulai dari Pasal 53 s/d Pasal 132.
Penggabungan antara Hukum Materil dan Hukum Formil ini merupakan karakteristik tersendiri yang membedakan Peradilan TUN dengan Peradilan lainnya. Untuk mengantarkan pada pembahasan tentang Hukum Acara di Peratun ini, terlebih dahulu akan diuraikan hal-hal  yang merupakan ciri atau karakteristik Hukum Acara Peratun sebagai pembeda dengan Peradilan lainnya, khususnya Peradilan Umum (Perdata), sebagai berikut :
  • Adanya Tenggang Waktu mengajukan gugatan (Pasal 55).
  • Terbatasnya tuntutan yang dapat diajukan dalam petitum gugatan Penggugat (Pasal 53).
  • Adanya Proses Dismissal (Rapat Permusyawaratan) oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)  (Pasal 62).
  • Dilakukannya Pemeriksaan Persiapan sebelum diperiksa di persidangan yang terbuka untuk umum (Pasal 63).
  • Peranan Hakim TUN yang aktif (dominus litis) untuk mencari kebenaran materil (Pasal 63, 80, 85,95 dan 103).
  • Kedudukan yang tidak seimbang antara Penggugat dengan Tergugat, oleh karenanya “konpensasi” perlu diberikan karena kedudukan Penggugat diasumsikan dalam posisi yang lebih lemah dibandingkn dengan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik.
  • Sistem pembuktian yang mengarah pada pembuktian bebas yang terbatas (Pasal 107).
  • Gugatan di pengadilan tidak mutlak menunda pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat (Pasal 67).
  • Putusan Hakim yang tidak boleh bersifat ultra petita yaitu melebihi apa yang dituntut dalam gugatan Penggugat, akan tetapi dimungkinkan adanya reformatio in peius (membawa Penggugat pada keadaan yang lebih buruk) sepanjang diatur dalam perundang-undangan.
  • Putusan hakim TUN yang bersifat erga omnes, artinya putusan tersebut tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa,  akan tetapi berlaku juga bagi pihak-pihak lainnya yang terkait.
  • Berlakunya azas audi et alteram partem, yaitu para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Gugatan
Pengertian Gugatan
Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapat putusan.Gugatan di Peratun diajukan oleh seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat dikeluarkannya suatu Keputusan TUN. Oleh karenanya unsur adanya kepentingan dalam pengajuan gugatan merupakan hal yang sangat urgen dalam sengketa di Peratun. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 53 ayat (1), sebagai berikut Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang  berisi tuntutan agar KeputusanTata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitas
Pengajuan gugatan
Menurut Pasal 54 ayat (1) gugatan sengketa TUN diajukan secara tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat. Gugatan yang diajukan harus dalam bentuk tertulis, karena gugatan itu akan menjadi pegangan bagi pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan.
Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan Tata Usaha Negara, gugatan diajukan pada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan  tempat kediaman Penggugat, maka gugatan diajukan kepada pengadilan tempat kedudukan Penggugat untuk diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan. Sedangkan apabila Penggugat dan Tergugat berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, dan apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat diluar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara di tempat kedudukan Tergugat.
Salah satu kekhususan di Peratun juga berkaitan dengan fungsi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang bukan saja sebagai pengadilan tingkat banding, akan tetapi juga mempunyai fungsi sebagai pengadilan tingkat pertama seperti halnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini terjadi apabila sengketa TUN tersebut berkaitan dengan ketentuan Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, yaitu yang mengatur tentang upaya banding administratif. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 ayat (3) UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, sebagai berikut : Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ”.
Berhubung sengketa TUN selalu berkaitan dengan keputusan Tata Usaha Negara, maka pengajuan gugatan ke Pengadilan dikaitkan pula dengan waktu dikeluarkannya keputusan yang bersangkutan. Pasal 55 menyebutkan bahwa :“ Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.

KESIMPULAN
Negara kita adalah Negara hukum, Negara yang berlandaskan hukum. Dalam menegakkan hukum Indonesia mempunyai lembaga tertinggi yaitu MAHKAMAH AGUNG dan di bawah mahkamah agung terdapat badan badan peradilan salah satunya yaitu PTUN. PTUN adalah badan peradilan yang ditugaskan menangani kasus sengketa TUN guna mencari keadilan yang sebenar benarnya, serta untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat
                                                     PENUTUP

Assalamualaikum WR.WB
Ahkir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan yang membantu atas pembuatan makalah ini karena tanpa seorang teman atau rekan makalah ini tidak akan jadi sempurna semana kita baca ini.
Makalah ini menurut penulis sangat kurang dalam penyedian materi, untuk itu penulis perlu atau sangat membutuhkan kritik dan saran agar kedepannya dalam pembuatan makalah bisa sempurna akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih
Wassalamualaikum WR.WB


DAFTAR PUSTAKA
H.M. Laica Marzuki, “ Mengenal HAPTUN “, Varia Peradilan No. 133, IKAHI, Jakarta, Oktober 1996, hal. 151.  
Budi, HAPTUN 1994
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
Google.co.id/ fungsi dan wewenang PTUN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar