Rabu, 02 Maret 2011

Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa alternatif atas tanah adat pada masyarakat Sentani di Jayapura Irian Jaya


Sengketa atas tanah adat yang sering terjadi dewasa ini, disebabkan adanya perubahan sosial dalam kehidupan suku bangsa dengan pengaruh asing yang masuk melalui jalur-jalur : perdagangan (barter), agama (Kristen) dan pemerintahan (Belanda dan Indonesia).
Beberapa faktor penyebab sengketa atas tanah yang dominan adalah : 1. terjadinya perubahan pola pemilikan atau penguasaan atas tanah adat; 2. tanah yang semula bernilai sosial dan bersifat magic lagi; 3. adanya perbedaan persepsi mengenai status tanah adat antara pemerintah dan masyarakat adat Sentani; 4. hubungan kekerabatan pada suku-suku bangsa Sentani yang mulai renggang.
Dewan adat (Yonouw) sebagai lembaga "yudikatif tertinggi" dalam sistem pemerintahan adat (Tradisional) Sentani, sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyelesaian berbagai sengketa, termasuk masalah tanah. Tetapi setelah bersentuhan dengan pengaruh asing, peranan Dewan Adat telah bergeser, karena adanya lembaga-lembaga sejenis seperti pemerintahan desa, pemerintahan kecamatan, Lembaga Musyawarah Adat Sentani (LMAS) bahkan Peradilan Formal (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung). Walaupun demikian, semua lembaga-lembaga peradilan informal ini telah dan senantiasa menyelesaikan berbagai sengketa teristimewa sengketa atas tanah baik secara sendiri-sendiri menurut kewenangannya, secara bertingkat menurut hirarkhinya serta secara bersama-sama sesuai fungsi dan tujuannya melalui bentuk-bentuk penyelesaian sengketa alternatif yaitu : negosiasi, mediasi dan/atau arbitrase.
Deskripsi Alternatif :

Sengketa atas tanah adat yang sering terjadi dewasa ini, disebabkan adanya perubahan sosial dalam kehidupan suku bangsa dengan pengaruh asing yang masuk melalui jalur-jalur : perdagangan (barter), agama (Kristen) dan pemerintahan (Belanda dan Indonesia).
Beberapa faktor penyebab sengketa atas tanah yang dominan adalah : 1. terjadinya perubahan pola pemilikan atau penguasaan atas tanah adat; 2. tanah yang semula bernilai sosial dan bersifat magic lagi; 3. adanya perbedaan persepsi mengenai status tanah adat antara pemerintah dan masyarakat adat Sentani; 4. hubungan kekerabatan pada suku-suku bangsa Sentani yang mulai renggang.
Dewan adat (Yonouw) sebagai lembaga "yudikatif tertinggi" dalam sistem pemerintahan adat (Tradisional) Sentani, sebelum bersentuhan dengan pengaruh asing, mempunyai peranan yang sangat besar dalam penyelesaian berbagai sengketa, termasuk masalah tanah. Tetapi setelah bersentuhan dengan pengaruh asing, peranan Dewan Adat telah bergeser, karena adanya lembaga-lembaga sejenis seperti pemerintahan desa, pemerintahan kecamatan, Lembaga Musyawarah Adat Sentani (LMAS) bahkan Peradilan Formal (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung). Walaupun demikian, semua lembaga-lembaga peradilan informal ini telah dan senantiasa menyelesaikan berbagai sengketa teristimewa sengketa atas tanah baik secara sendiri-sendiri menurut kewenangannya, secara bertingkat menurut hirarkhinya serta secara bersama-sama sesuai fungsi dan tujuannya melalui bentuk-bentuk penyelesaian sengketa alternatif yaitu : negosiasi, mediasi dan/atau arbitrase.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar