Rabu, 02 Maret 2011

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN) ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI) IKATAN
PENASEHAT HUKUM INDONESIA (IPHI) HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA
INDONESIA (HAPI) SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI) ASOSIASI KONSULTAN
HUKUM INDONESIA (AKHI) HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL (HKHPM)




DISAHKAN PADA TANGGAL:
23 MEI 2002


DI SALIN DAN DIPERBANYAK OLEH:
PANITIA DAERAH UJIAN KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA DKI JAKARTA 2002















 KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

PEMBUKAAN

Bahwa  semestinya  organisasi  profesi memiliki Kode Etik  yang membebankan  kewajiban  dan
sekaligus  memberikan  perlindungan  hukum  kepada  setiap  anggotanya  dalam  menjalankan
profesinya.

Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada
dibawah  perlindungan  hukum,  undang-undang  dan  Kode  Etik,  memiliki  kebebasan  yang
didasarkan  kepada  kehormatan  dan  kepribadian  Advokat  yang  berpegang  teguh  kepada
Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan.

Bahwa profesi Advokat adalah  selaku penegak hukum  yang  sejajar dengan  instansi penegak
hukum  lainnya,  oleh  karena  itu  satu  sama  lainnya  harus  saling  menghargai  antara  teman
sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya.

Oleh  karena  itu  juga,  setiap  Advokat  harus menjaga  citra  dan martabat  kehormatan  profesi,
serta setia dan menjunjung tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi
oleh  Dewan  Kehormatan  sebagai  suatu  lembaga  yang  eksistensinya  telah  dan  harus  diakui
setiap  Advokat  tanpa  melihat  dari  organisasi  profesi  yang  mana  ia  berasal  dan  menjadi
anggota,  yang  pada  saat  mengucapkan  Sumpah  Profesi-nya  tersirat  pengakuan  dan
kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.

Dengan  demikian  Kode  Etik  Advokat  Indonesia  adalah  sebagai  hukum  tertinggi  dalam
menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada
setiap Advokat untuk  jujur dan bertanggung  jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada
klien, pengadilan, negara atau masyarakat dan terutama kepada dirinya sendiri.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Yang dimaksud dengan:
a.  Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik
sebagai  Advokat,  Pengacara,  Penasehat  Hukum,  Pengacara  praktek  ataupun  sebagai
konsultan hukum.
b.  Klien  adalah  orang,  badan  hukum  atau  lembaga  lain  yang  menerima  jasa  dan  atau
bantuan hukum dari Advokat.
c.  Teman  sejawat  adalah  orang  atau mereka  yang menjalankan  praktek  hukum  sebagai
Advokat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
d.  Teman sejawat asing adalah Advokat yang bukan berkewarganegaraan  Indonesia yang
menjalankan praktek hukum di Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
e.  Dewan  kehormatan  adalah  lembaga  atau  badan  yang  dibentuk  oleh  organisasi  profesi
advokat yang berfungsi dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik Advokat
sebagaimana  semestinya  oleh  Advokat  dan  berhak  menerima  dan  memeriksa
pengaduan terhadap seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat. f.  Honorarium  adalah  pembayaran  kepada  Advokat  sebagai  imbalan  jasa  Advokat
berdasarkan kesepakatan dan atau perjanjian dengan kliennya.

BAB II
KEPRIBADIAN ADVOKAT

Pasal 2
Advokat  Indonesia adalah warga negara  Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,  bersikap  satria,  jujur  dalam  mempertahankan  keadilan  dan  kebenaran  dilandasi  moral
yang  tinggi,  luhur  dan  mulia,  dan  yang  dalam  melaksanakan  tugasnya  menjunjung  tinggi
hukum,  Undang-undang  Dasar  Republik  Indonesia,  Kode  Etik  Advokat  serta  sumpah
jabatannya.

Pasal 3
a.  Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang
yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak
sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya,  tetapi  tidak dapat
menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan,  jenis
kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
b.  Advokat  dalam  melakukan  tugasnya  tidak  bertujuan  semata-mata  untuk  memperoleh
imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
c.  Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi
oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum
Indonesia.
d.  Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.
e.  Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman sejawat yang
diduga  atau  didakwa  dalam  suatu  perkara  pidana  atas  permintaannya  atau  karena
penunjukan organisasi profesi.
f.  Advokat  tidak  dibenarkan  untuk  melakukan  pekerjaan  lain  yang  dapat  merugikan
kebebasan, derajat dan martabat Advokat.
g.  Advokat  harus  senantiasa menjunjung  tinggi  profesi Advokat  sebagai profesi  terhormat
(officium nobile).
h.  Advokat  dalam  menjalankan  profesinya  harus  bersikap  sopan  terhadap  semua  pihak
namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat.
i.  Seorang  Advokat  yang  kemudian  diangkat  untuk  menduduki  suatu  jabatan  Negara
(Eksekutif,  Legislatif  dan  judikatif)  tidak  dibenarkan  untuk  berpraktek  sebagai  Advokat
dan  tidak diperkenankan namanya  dicantumkan atau dipergunakan oleh  siapapun atau
oleh  kantor  manapun  dalam  suatu  perkara  yang  sedang  diproses/berjalan  selama  ia
menduduki jabatan tersebut.

BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN

Pasal 4
a.  Advokat  dalam  perkara-perkara  perdata  harus  mengutamakan  penyelesaian  dengan
jalan damai.
b.  Advokat  tidak  dibenarkan  memberikan  keterangan  yang  dapat  menyesatkan  klien
mengenai perkara yang sedang diurusnya. c.  Advokat  tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara  yang ditanganinya
akan menang.
d.  Dalam  menentukan  besarnya  honorarium  Advokat  wajib  mempertimbangkan
kemampuan klien.
e.  Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
f.  Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian  yang sama
seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g.  Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya  tidak ada dasar
hukumnya.
h.  Advokat wajib memegang  rahasia  jabatan  tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien
secara kepercayaan dan wajib  tetap menjaga  rahasia  itu setelah berakhirnya hubungan
antara Advokat dan klien itu.
i.  Advokat  tidak  dibenarkan  melepaskan  tugas  yang  dibebankan  kepadanya  pada  saat
yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan
kerugian  yang  tidak  dapat  diperbaiki  lagi  bagi  klien  yang  bersangkutan,  dengan  tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.
j.  Advokat  yang  mengurus  kepentingan  bersama  dari  dua  pihak  atau  lebih  harus
mengundurkan  diri  sepenuhnya  dari  pengurusan  kepentingan-kepentingan  tersebut,
apabila  dikemudian  hari  timbul  pertentangan  kepentingan  antara  pihak-pihak  yang
bersangkutan.
k.  Hak  retensi Advokat  terhadap klien diakui  sepanjang  tidak akan menimbulkan  kerugian
kepentingan klien.

BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT

Pasal 5
a.  Hubungan  antara  teman  sejawat  Advokat  harus  dilandasi  sikap  saling  menghormati,
saling menghargai dan saling mempercayai.
b.  Advokat  jika membicarakan  teman  sejawat atau  jika berhadapan  satu  sama  lain dalam
sidang  pengadilan,  hendaknya  tidak  menggunakan  kata-kata  yang  tidak  sopan  baik
secara lisan maupun tertulis.
c.  Keberatan-keberatan  terhadap  tindakan  teman  sejawat  yang  dianggap  bertentangan
dengan Kode Etik Advokat  harus  diajukan  kepada Dewan Kehormatan  untuk  diperiksa
dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
d.  Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
e.  Apabila  klien  hendak  mengganti  Advokat,  maka  Advokat  yang  baru  hanya  dapat
menerima  perkara  itu  setelah  menerima  bukti  pencabutan  pemberian  kuasa  kepada
Advokat  semula  dan  berkewajiban  mengingatkan  klien  untuk memenuhi  kewajibannya
apabila masih ada terhadap Advokat semula.
f.  Apabila  suatu  perkara  kemudian  diserahkan  oleh  klien  terhadap  Advokat  yang  baru,
maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang
penting  untuk  mengurus  perkara  itu,  dengan  memperhatikan  hak  retensi  Advokat
terhadap klien tersebut.

BAB V
TENTANG SEJAWAT ASING

Pasal 6 Advokat  asing  yang  berdasarkan  peraturan  perundang-undangan  yang  berlaku menjalankan
profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode Etik ini.

BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA

Pasal 7
a.  Surat-surat  yang  dikirim  oleh  Advokat  kepada  teman  sejawatnya  dalam  suatu  perkara
dapat  ditunjukkan  kepada  hakim  apabila  dianggap  perlu  kecuali  surat-surat  yang
bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".
b.  Isi  pembicaraan  atau  korespondensi  dalam  rangka  upaya  perdamaian  antar  Advokat
akan  tetapi  tidak  berhasil,  tidak  dibenarkan  untuk  digunakan  sebagai  bukti  dimuka
pengadilan.
c.  Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim
apabila  bersama-sama  dengan  Advokat  pihak  lawan,  dan  apabila  ia  menyampaikan
surat,  termasuk  surat  yang  bersifat  "ad  informandum"  maka  hendaknya  seketika  itu
tembusan  dari  surat  tersebut  wajib  diserahkan  atau  dikirimkan  pula  kepada  Advokat
pihak lawan.
d.  Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim
apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.
e.  Advokat  tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi  saksi-saksi  yang diajukan
oleh pihak  lawan dalam perkara perdata atau oleh  jaksa penuntut umum dalam perkara
pidana.
f.  Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu
perkara  tertentu, maka hubungan dengan orang  itu mengenai perkara  tertentu  tersebut
hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut.
g.  Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan
dalam  sidang  pengadilan  dalam  rangka  pembelaan  dalam  suatu  perkara  yang menjadi
tanggung  jawabnya  baik  dalam  sidang  terbuka  maupun  dalam  sidang  tertutup  yang
dikemukakan secara proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas
hukum baik perdata maupun pidana.
h.  Advokat mempunyai  kewajiban  untuk memberikan  bantuan  hukum  secara  cuma-cuma
(pro deo) bagi orang yang tidak mampu.
i.  Advokat  wajib  menyampaikan  pemberitahuan  tentang  putusan  pengadilan  mengenai
perkara yang ia tangani kepada kliennya pada waktunya.

BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK

Pasal 8
a.  Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile), dan karenanya
dalam menjalankan profesi selaku penegak hukum di pengadilan  sejajar dengan Jaksa
dan Hakim, yang dalam melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum,
undang-undang dan Kode Etik ini.
b.  Pemasangan iklan semata-mata untuk menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk
pemasangan papan nama dengan ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.
c.  Kantor Advokat atau cabangnya  tidak dibenarkan diadakan di suatu  tempat  yang dapat
merugikan kedudukan dan martabat Advokat. d.  Advokat  tidak  dibenarkan  mengizinkan  orang  yang  bukan  Advokat  mencantumkan
namanya sebagai Advokat di papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang
bukan Advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
e.  Advokat  tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya  yang  tidak berkualifikasi
untuk mengurus perkara atau memberi nasehat hukum kepada klien dengan  lisan atau
dengan tulisan.
f.  Advokat  tidak  dibenarkan melalui media massa mencari  publitas  bagi  dirinya  dan  atau
untuk  menarik  perhatian  masyarakat  mengenai  tindakan-tindakannya  sebagai  Advokat
mengenai  perkara  yang  sedang  atau  telah  ditanganinya,  kecuali  apabila  keterangan-
keterangan yang  ia berikan  itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang
wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.
g.  Advokat  dapat mengundurkan  diri  dari  perkara  yang  akan  dan  atau  diurusnya  apabila
timbul  perbedaan  dan  tidak  dicapai  kesepakatan  tentang  cara  penanganan  perkara
dengan kliennya.
h.  Advokat  yang  sebelumnya  pernah  menjabat  sebagai  Hakim  atau  Panitera  dari  suatu
lembaga  peradilan,  tidak  dibenarkan  untuk  memegang  atau  menangani  perkara  yang
diperiksa  pengadilan  tempatnya  terakhir  bekerja  selama  3  (tiga)  tahun  semenjak  ia
berhenti dari pengadilan tersebut.

BAB VIII
PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 9
a.  Setiap Advokat wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik Advokat ini.
b.  Pengawasan  atas  pelaksanaan  Kode  Etik  Advokat  ini  dilakukan  oleh  Dewan
Kehormatan.

BAB IX
DEWAN KEHORMATAN

Bagian Pertama
KETENTUAN UMUM

Pasal 10
1.  Dewan  Kehormatan  berwenang  memeriksa  dan  mengadili  perkara  pelanggaran  Kode
Etik yang dilakukan oleh Advokat.
2.  Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
a.  Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
b.  Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
3.  Dewan  Kehormatan  Cabang/daerah  memeriksa  pengaduan  pada  tingkat  pertama  dan
Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.
4.  Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:
a.  Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah  dimana  teradu  sebagai  anggota  pada  tingkat
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah;
b.  Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana
teradu sebagai anggota;
c.  Pengadu/Teradu.
 Bagian Kedua
PENGADUAN

Pasal 11
1.  Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan,
yaitu:
a.  Klien.
b.  Teman sejawat Advokat.
c.  Pejabat Pemerintah.
d.  Anggota Masyarakat.
e.  Dewan  Pimpinan  Pusat/Cabang/Daerah  dari  organisasi  profesi  dimana  Teradu
menjadi anggota.
2.  Selain  untuk  kepentingan  organisasi,  Dewan  Pimpinan  Pusat  atau  Dewan  Pimpinan
Cabang/Daerah  dapat  juga  bertindak  sebagai  pengadu  dalam  hal  yang  menyangkut
kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk itu.
3.  Pengaduan  yang dapat diajukan hanyalah  yang mengenai pelanggaran  terhadap Kode
Etik Advokat.

Bagian Ketiga
TATA CARA PENGADUAN

Pasal 12
1.  Pengaduan  terhadap  Advokat  sebagai  teradu  yang  dianggap  melanggar  Kode  Etik
Advokat  harus  disampaikan  secara  tertulis  disertai  dengan  alasan-alasannya  kepada
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau
Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2.  Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan
kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
3.  Bilamana  pengaduan  disampaikan  kepada  Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah,  maka
Dewan  Pimpinan  Cabang/Daerah  meneruskannya  kepada  Dewan  Kehormatan
Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
4.  Bilamana  pengaduan  disampaikan  kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan
Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada
Dewan  Kehormatan Cabang/Daerah  yang  berwenang  untuk memeriksa  pengaduan  itu
baik langsung atau melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.

Bagian Keempat
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH

Pasal 13
1.  Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan  tertulis yang disertai
surat-surat  bukti  yang  dianggap  perlu,  menyampaikan  surat  pemberitahuan  selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada
teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan
tersebut.
2.  Selambat-lambatnya  dalam  waktu  21  (dua  puluh  satu)  hari  pihak  teradu  harus
memberikan  jawabannya  secara  tertulis  kepada  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah
yang bersangkutan, disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu. 3.  Jika  dalam waktu  21  (dua  puluh  satu)  hari  tersebut  teradu  tidak memberikan  jawaban
tertulis,  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  menyampaikan  pemberitahuan  kedua
dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat
peringatan  tersebut  ia  tetap  tidak memberikan  jawaban  tertulis, maka  ia dianggap  telah
melepaskan hak jawabnya.
4.  Dalam  hal  teradu  tidak  menyampaikan  jawaban  sebagaimana  diatur  di  atas  dan
dianggap  telah melepaskan  hak  jawabnya,  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  dapat
segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5.  Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu
selambat-lambatnya 14  (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan
panggilan  secara patut  kepada  pengadu  dan  kepada  teradu  untuk  hadir  dipersidangan
yang sudah ditetapkan tersebut.
6.  Panggilan-panggilan  tersebut  harus  sudah  diterima  oleh  yang  bersangkutan  paling
tambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7.  Pengadu dan yang teradu:
a.  Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang
jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat.
b.  Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8.  Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a.  Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b.  Perdamaian  hanya  dimungkinkan  bagi  pengaduan  yang  bersifat  perdata  atau
hanya  untuk  kepentingan  pengadu  dan  teradu  dan  tidak  mempunyai  kaitan
langsung  dengan  kepentingan  organisasi  atau  umum,  dimana  pengadu  akan
mencabut kembali pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan
dasar  keputusan  oleh  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  yang  langsung
mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
c.  Kedua  belah  pihak  diminta  mengemukakan  alasan-alasan  pengaduannya  atau
pembelaannya  secara  bergiliran,  sedangkan  surat-surat bukti akan diperiksa dan
saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9.  Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir:
a.  Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling  lambat 14  (empat belas)
hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut.
b.  Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan
yang sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan
lagi  atas  dasar  yang  sama  kecuali  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah
berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau
kepentingan organisasi.
c.  Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali  tidak datang tanpa alasan yang
sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.
d.  Dewan  berwenang  untuk  memberikan  keputusan  di  luar  hadirnya  yang  teradu,
yang mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.

Bagian Kelima
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH

Pasal 14
1.  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  bersidang  dengan  Majelis  yang  terdiri  sekurang-
kurangnya  atas  3  (tiga)  orang  anggota  yang  salah  satu  merangkap  sebagai  Ketua
Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil. 2.  Majelis  dapat  terdiri  dari  Dewan  Kehormatan  atau  ditambah  dengan  Anggota  Majelis
Kehormatan  Ad  Hoc  yaitu  orang  yang  menjalankan  profesi  dibidang  hukum  serta
mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
3.  Majelis  dipilih  dalam  rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah  yang  khusus  dilakukan
untuk  itu  yang  dipimpin  oleh  Ketua  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  atau  jika  ia
berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua,
4.  Setiap  dilakukan  persidangan,  Majelis  Dewan  Kehormatan  diwajibkan  membuat  atau
menyuruh  membuat  berita  acara  persidangan  yang  disahkan  dan  ditandatangani  oleh
Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.
5.  Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang
terbuka.

Bagian Keenam
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 15
(1)  Setelah  memeriksa  dan  mempertimbangkan  pengaduan,  pembelaan,  surat-surat  bukti
dan  keterangan  saksi-saksi  maka  Majelis  Dewan  Kehormatan  mengambil  Keputusan
yang dapat berupa:
a.  Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b.  Menerima  pengaduan  dari  pengadu  dan  mengadili  serta  menjatuhkan  sanksi-
sanksi kepada teradu;
c.  Menolak pengaduan dari pengadu.
(2)  Keputusan  harus  memuat  pertimbangan-pertimbangan  yang  menjadi  dasarnya  dan
menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
(3)  Majelis  Dewan  Kehormatan  mengambil  keputusan  dengan  suara  terbanyak  dan
mengucapkannya  dalam  sidang  terbuka  dengan  atau  tanpa  dihadiri  oleh  pihak-pihak
yang  bersangkutan,  setelah  sebelumnya  memberitahukan  hari,  tanggal  dan  waktu
persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
(4)  Anggota  Majelis  yang  kalah  dalam  pengambilan  suara  berhak  membuat  catatan
keberatan yang dilampirkan didalam berkas perkara.
(5)  Keputusan  ditandatangani  oleh  Ketua  dan  semua  Anggota  Majelis,  yang  apabila
berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang
bersangkutan.

Bagian Ketujuh
SANKSI-SANKSI

Pasal 16
1.  Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
a.  Peringatan biasa.
b.  Peringatan keras.
c.  Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
d.  Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2.  Dengan  pertimbangan  atas  berat  atau  ringannya  sifat  pelanggaran  Kode  Etik  Advokat
dapat dikenakan sanksi:
a.  Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat. b.  Peringatan  keras  bilamana  sifat  pelanggarannya  berat  atau  karena  mengulangi
kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang
pernah diberikan.
c.  Pemberhentian  sementara  untuk  waktu  tertentu  bilamana  sifat  pelanggarannya
berat,  tidak  mengindahkan  dan  tidak  menghormati  ketentuan  kode  etik  atau
bilamana  setelah  mendapat  sanksi  berupa  peringatan  keras  masih  mengulangi
melakukan pelanggaran kode etik.
d.  Pemecatan  dari  keanggotaan  organisasi profesi  bilamana  dilakukan  pelanggaran
kode  etik  dengan maksud  dan  tujuan merusak  citra  serta martabat  kehormatan
profesi  Advokat  yang  wajib  dijunjung  tinggi  sebagai  profesi  yang  mulia  dan
terhormat.
3.  Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu  tertentu harus diikuti  larangan
untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
4.  Terhadap mereka  yang  dijatuhi  sanksi  pemberhentian  sementara  untuk  waktu  tertentu
dan  atau  pemecatan  dari  keanggotaan  organisasi  profesi  disampaikan  kepada
Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.

Bagian Kedelapan
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN

Pasal 17
Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan
keputusan Dewan kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan kepada:
a.  Anggota yang diadukan/teradu;
b.  Pengadu;
c.  Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dari semua organisasi profesi;
d.  Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
e.  Dewan Kehormatan Pusat;
f.  Instansi-instansi  yang  dianggap  perlu  apabila  keputusan  telah  mempunyai  kekuatan
hukum yang pasti.
 
Bagian Kesembilan
PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING DEWAN KEHORMATAN PUSAT

Pasal 18
1.  Apabila  pengadu  atau  teradu  tidak  puas  dengan  keputusan  Dewan  Kehormatan
Cabang/Daerah,  ia  berhak mengajukan  permohonan  banding  atas  keputusan  tersebut
kepada Dewan Kehormatan Pusat.
2.  Pengajuan  permohonan  banding  beserta  Memori  Banding  yang  sifatnya  wajib,  harus
disampaikan  melalui  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  dalam  waktu  21  (dua  puluh
satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
3.  Dewan  Kehormatan  Cabang/Daerah  setelah  menerima  Memori  Banding  yang
bersangkutan  selaku  pembanding  selambat-lambatnya  dalam  waktu  14  (empat  belas)
hari  sejak  penerimaannya,  mengirimkan  salinannya  melalui  surat  kilat  khusus/tercatat
kepada pihak lainnya selaku terbanding.
4.  Pihak  terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam
waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5.  Jika  jangka  waktu  yang  ditentukan  terbanding  tidak  menyampaikan  Kontra  Memori
Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu. 6.  Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara dilengkapi
dengan  bahan-bahan  yang  diperlukan,  berkas perkara  tersebut  diteruskan  oleh Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.
7.  Pengajuan  permohonan  banding  menyebabkan  ditundanya  pelaksanaan  keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
8.  Dewan  kehormatan  Pusat  memutus  dengan  susunan  Majelis  yang  terdiri  sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu
merangkap Ketua Majelis.
9.  Majelis  dapat  terdiri  dari  Dewan  Kehormatan  atau  ditambah  dengan  Anggota  Majelis
Kehormatan  Ad  Hoc  yaitu  orang  yang  menjalankan  profesi  dibidang  hukum  serta
mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
10.  Majelis  dipilih  dalam  rapat  Dewan  Kehormatan  Pusat  yang  khusus  diadakan  untuk  itu
yang  dipimpin  oleh  Ketua  Dewan  Kehormatan  Pusat  atau  jika  ia  berhalangan  oleh
anggota Dewan lainnya yang tertua.
11.  Dewan  Kehormatan  Pusat  memutus  berdasar  bahan-bahan  yang  ada  dalam  berkas
perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari pihak-pihak yang
bersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya sendiri.
12.  Dewan Kehormatan Pusat secara prorogasi dapat menerima permohonan pemeriksaan
langsung  dari  suatu  perkara  yang  diteruskan  oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
asal saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari kedua belah pihak agar
perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan Pusat.
13.  Semua  ketentuan  yang  berlaku  untuk  pemeriksaan  pada  tingkat  pertama  oleh  Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada  tingkat
banding oleh Dewan Kehormatan Pusat.

Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN

Pasal 19
1.  Dewan  Kehormatan  Pusat  dapat  menguatkan, merubah  atau membatalkan  keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
2.  Keputusan Dewan kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan dalam
sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal dan waktunya
telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
3.  Keputusan  Dewan  Kehormatan  Pusat  adalah  final  dan  mengikat  yang  tidak  dapat
diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.
4.  Dalam waktu  selambat-lambatnya  14  (empat  belas)  hari  setelah  keputusan  diucapkan,
salinan keputusan Dewan Kehormatan Pusat harus disampaikan kepada:
a.  Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding ataupun terbanding;
b.  Pengadu baik selaku pembanding ataupun terbanding;
c.  Dewan Pimpinan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
d.  Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
e.  Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
f.  Instansi-instansi yang dianggap perlu.
5.  Apabila  seseorang  telah  dipecat,  maka  Dewan  Kehormatan  Pusat  atau  Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi
untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.

Bagian Kesebelas KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN KEHORMATAN

Pasal 20
Dewan  Kehormatan  berwenang  menyempurnakan  hal-hal  yang  telah  diatur  tentang  Dewan
Kehormatan dalam Kode Etik  ini dan atau menentukan hal-hal  yang belum diatur didalamnya
dengan  kewajiban  melaporkannya  kepada  Dewan  Pimpinan  Pusat/Organisasi  profesi  agar
diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota dari masing-masing organisasi.

BAB X
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN

Pasal 21
Kode Etik  ini adalah peraturan  tentang Kode Etik dan Ketentuan Tentang Dewan Kehormatan
bagi  mereka  yang  menjalankan  profesi  Advokat,  sebagai  satu-satunya  Peraturan  Kode  Etik
yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.

BAB XI
ATURAN PERALIHAN

Pasal 22
1.  Kode Etik ini dibuat dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia, yang disahkan
dan  ditetapkan  oleh  Ikatan  Advokat  Indonesia  (IKADIN),  Asosiasi  Advokat  Indonesia
(AAI),  Ikatan  Penasehat  Hukum  Indonesia  (IPHI),  Himpunan  Advokat  &  Pengacara
Indonesia  (HAPI),  Serikat  Pengacara  Indonesia  (SPI),  Asosiasi  Konsultan  Hukum
Indonesia  (AKHI)  dan  Himpunan  Konsultan  Hukum  Pasar  Modal  (HKHPM)  yang
dinyatakan  berlaku  bagi  setiap  orang  yang  menjalankan  profesi  Advokat  di  Indonesia
tanpa terkecuali.
2.  Setiap Advokat wajib menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi  tersebut dalam
ayat 1 pasal ini.
3.  Komite  Kerja  Advokat  Indonesia mewakili  organisasi-organisasi  profesi  tersebut  dalam
ayat 1 pasal  ini sesuai dengan Pernyataan Bersama  tertanggal 11 Februari 2002 dalam
hubungan  kepentingan  profesi  Advokat  dengan  lembaga-lembaga  Negara  dan
pemerintah.
4.  Organisasi-organisasi  profesi  tersebut  dalam  ayat  1  pasal  ini  akan membentuk Dewan
kehormatan  sebagai  Dewan  Kehormatan  Bersama,  yang  struktur  akan  disesuaikan
dengan Kode Etik Advokat ini.

Pasal 23
Perkara-perkara  pelanggaran  kode  etik  yang  belum  diperiksa  dan  belum  diputus  atau  belum
berkekuatan  hukum  yang  tetap  atau  dalam  pemeriksaan  tingkat  banding  akan  diperiksa  dan
diputus berdasarkan Kode Etik Advokat ini.

BAB XXII
PENUTUP

Pasal 24
Kode Etik Advokat ini berlaku sejak tanggal berlakunya Undang-undang tentang Advokat
 
Ditetapkan di  :  Jakarta
Pada tanggal  :  23 Mei 2002
Oleh  :  


1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN)
  
Ttd.  Ttd.
  
H. Sudjono, S.H.  Otto Hasibuan, S.H. MM.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI)
  
Ttd.  Ttd.
  
Denny Kailimang, S.H.  Teddy Soemantry, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA (IPHI)
  
Ttd.  Ttd.
  
H. Indra Sahnun Lubis, S.H.  E. Suherman Kartadinata, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI)
  
Ttd.  Ttd.
  
Fred B. G. Tumbuan, S.H., L.Ph.  Hoesein Wiriadinata, S.H., LL.M.
Sekretaris/Caretaker Ketua  Bendahara/Caretaker Ketua
  
5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL
  
Ttd.  Ttd.   
Soemarjono S., S.H.  Hafzan Taher, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI)
  
Ttd.  Ttd.
  
Trimedya Panjaitan, S.H.  Sugeng T. Santoso, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI)
  
Ttd.  Ttd.
H. A. Z. Arifien Syafe'i, S.H.  Suhardi Somomoeljono, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
























 PERUBAHAN I

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

Ketujuh organisasi profesi advokat yang tergabung dalam Komite Kerjasama Advokat Indonesia
(KKAI,  yaitu  Ikatan  Advokat  Indonesia  (IKADIN),  Asosiasi  Advokat  Indonesia  (AAI),  Ikatan
Penasihat Hukum  Indonesia  (IPHI),   Asosiasi Konsultan Hukum  Indonesia  (AKHI), Himpunan
Konsultan Hukum Pasar Modal  (HKHPM), Serikat Pengacara  Indonesia  (SPI), dan Himpunan
Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), dengan ini merubah seluruh ketentuan Bab XXII, pasal
24  kode  etik  Advokat  Indonesia  yang  ditetapkan  pada  tanggal  23  Mei  2002  sehingga
seluruhnya menjadi :


BAB XXII
PENUTUP

Kode etik Advokat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu sejak tanggal 23 Mei 2002.


Ditanda-tangani di: Jakarta
Pada tanggal: 1 Oktober 2002
Oleh:


KOMITE KERJA ADVOKAT INDONESIA:

1. IKATAN ADVOKAT INDONESIA (IKADIN)
  
Ttd.  Ttd.
  
H. Sudjono, S.H.  Otto Hasibuan, S.H. MM.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
2. ASOSIASI ADVOKAT INDONESIA (AAI)
  
Ttd.  Ttd.
  
Denny Kailimang, S.H.  Teddy Soemantry, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
3. IKATAN PENASIHAT HUKUM INDONESIA (IPHI)
   Ttd.  Ttd.
  
H. Indra Sahnun Lubis, S.H.  E. Suherman Kartadinata, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
4. ASOSIASI KONSULTAN HUKUM INDONESIA (AKHI)
  
Ttd.  Ttd.
  
Fred B. G. Tumbuan, S.H., L.Ph.  Hoesein Wiriadinata, S.H., LL.M.
Sekretaris/Caretaker Ketua  Bendahara/Caretaker Ketua
  
5. HIMPUNAN KONSULTAN HUKUM PASAR MODAL
  
Ttd.  Ttd.
  
Soemarjono S., S.H.  Hafzan Taher, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
6. SERIKAT PENGACARA INDONESIA (SPI)
  
Ttd.  Ttd.
  
Trimedya Panjaitan, S.H.  Sugeng T. Santoso, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal
  
7. HIMPUNAN ADVOKAT & PENGACARA INDONESIA (HAPI)
  
Ttd.  Ttd.
H. A. Z. Arifien Syafe'i, S.H.  Suhardi Somomoeljono, S.H.
Ketua Umum  Sekretaris Jenderal





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar